Cerita dari Jawa Barat
Alkisah, Prabu Tapa Agung memutuskan untuk lengser keprabon. Dari 7
puteri yang dimilikinya, beliau menunjuk putri Purbasari, putri
bungsunya sebagai penerus tahta. Keputusan ini menimbulkan polemik di
kerajaan karena dianggap tidak sesuai dengan tradisi. Mestinya tampuk
kekuasaan jatuh pada si sulung. Sang prabu punya alasan sendiri. Si
bungsu dianggap lebih berluhur budi. Menurut beliau, hanya dengan
keluhuran budi seorang pemimpin dapat memerintah dengan adil.
Sepeninggal sang raja. Diam-diam si sulung, putri Purbararang,
meminta bantuan seorang sakti guna mendatangkan bala. Purbasari
tiba-tiba terjangkit penyakit kulit. Desas-desus ditiupkan oleh
Purbararang, bala ini adalah buah kutukan dewata akibat ayahanda telah
menyalahi tradisi. Demi menutup aib kerajaan, si bungsu diungsikan ke
hutan.
Sementara itu, di kahyangan, seorang pangeran Guruminda sedang di
wasiati sunan ambu, ibunya, agar segera mencari pendamping hidup. Di
kahyangan banyak sekali putri yang cantik-cantik. Para pohaci. Namun
tidak ada satupun yang menarik hatinya. Maka, sang bunda menitahkan ia
untuk pergi ke buana panca tengah, tempat manusia bermukim. Mungkin di
sanalah engkau akan menemukan cinta sejatimu, sabda sang bunda.
Tapi bagaimana ananda bisa tahu bahwa gadis yang hamba suka adalah
cinta sejati. Sang bunda berhening-cipta sejenak, dan memutuskan
mengubah pangeran dalam wujud seekor lutung. Sang bunda berkata, bila
gadis itu adalah cinta sejatimu, kelak melalui gadis itulah kau dapat
menjelma dalam wujud aslimu. Pangeran Guruminda.
Setelah bersembah sujud, memohon restu sang bunda, turunlah sang
lutung ke bumi. Di sebuah hutan, ia bertemu dengan gadis yang tubuhnya
terkena penyakit kulit. Sangat buruk dan mengeluarkan bau busuk. Tapi
air muka sang putri terlihat memancarkan kebaikan dan keteduhan. Ia
dikelilingi oleh sahabat demikian banyak. Seluruh penghuni rimba raya
tidak ada yang menganggunya, bahkan selalu menemani dan membantunya.
Dengan cepat, lutung menjadi salah satu sahabatnya. Sejak mengenal
lutung. Sang putri tidak perlu lagi berpayah-payah mencari makan. Setiap
hari berbagai makanan sudah disediakan oleh lutung. Tidak hanya
makanan, bunga-bunga cantik selalu tersedia untuk menghias tempat
tinggal sang putri dan penghias gelung rambut indahnya.
Hari demi hari. Persahabatan diantara mereka makin lekat. Sang putri
sangat menyayangi si lutung, demikian pula sebaliknya. Sang putri
kerapkali menceritakan persoalan hidupnya kepada lutung.
Suatu ketika, saat sang putri membawa lutung berjalan-jalan, lutung
tiba-tiba berlari ke suatu tempat. Tidak mau kehilangan lutung
kesayangannya, sang putri lari mengejar hingga ke sebuah danau. Di tepi
danau sang putri tertegun. Terpesona akan kesegaran dan jernihnya air
danau tersebut. Beliau segera mandi disana. Anehnya begitu selesai
mandi, hilanglah semua penyakit kulitnya. Bahkan bertambah kemilau indah
kecantikannya. Sang puteri sangat berterima kasih pada lutung yang
sudah membawanya pada danau tersebut. Karena penyakitnya sudah sembuh,
puteri kembali ke istana. Tapi sang kakak yang tidak mau tahtanya
diambil, malah mengajaknya adu tanding. Sang kakak membuka gelung
rambutnya dan berkata bila rambut adiknya lebih panjang, ia akan
menyerahkan tampuk kerajaan. Ternyata sang adik berambut lebih panjang.
Sang kakak masih tidak puas, ia mengatakan bahwa syarat menjadi ratu
harus memiliki pasangan hidup. Sang kakak sudah memiliki pasangan:
pangeran indrajaya.
Tantangan ini membuat sedih putri Purbasari, bagaimana tidak, selama
ini ia hanya bergaul dengan binatang hutan tidak ada seorang pemudapun
yang ia kenal. Dengan lirih, sang dewi berucap pada lutung,”kamulah yang
paling dekat denganku selama ini. seandainya engkau manusia pastilah
kau sudah ku jadikan pendamping hidupku”. Ucapan sang dewi bagai mantera
pelepas sihir. Seketika itu pula lutung berubah wujud, menjelma jadi
wujud asalnya saat di kahyangan, pangeran Guruminda.
Pangeran Guruminda segera menyatakan bahwa ia adalah pendamping putri
Purbasari. Dan tahta kerajaanpun di ambil alih oleh yang semestinya,
sesuai wasiat sang prabu.
Tamat.
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar